
By : Ayuni Yukinojo
Denpasar/bbn.com-Matahari musim gugur mulai turun menuju peraduannya. Di arah sebaliknya sang dewi malam mulai menunjukkan kecantikannya. Sedangkan di bawah sana anak-anak tengah berlarian dengan gembira menuju rumah masing-masing. Tawa mengalun riang saat menemukan kostum yang akan mereka gunakan malamini untuk perayaan.
Ya. Hari ini adalah perayaan Halloween dan anak-anak sangat menatikannya.Mereka mulai memakai kostum-kostum yang mereka pesan kepada pihak orang tua mereka.Setelah semua persiapan mereka sempura, dengan kostum hantu pesanan dan keranjang di tangan mereka mulai menjalankan perayaan. “Trick or Treat!,” seru mereka dengan gembira.
Di sebuah rumah yang berhiaskan lentera labu berukir wajah menyeramkan terdengar seruan seorang wanita yang bernada memperingatkan, diiringi dengan jawaban serempak dari dua orang anak. Tak berselang lama, pintu rumah yang berbahan kayu mahoni itu terbuka dan dilewati oleh dua orang anak yang mengenakan kostum penyihir dan werewolf.
Anak dengan kostum penyihir tampak tengah membawa sebuah keranjang di tangannya, rambut pirang ikalnya di jalin dua dengan rapi, topi penyihirnya mengerucut berwarna ungu berhias pita hijau, sedangkan saudaranya mengenakan topi serigala yang membingkai kepala hingga dagu. Di hidungnya terdapat plester luka dengan cengiran riang yang memperlihatkan gigi susu atasnya yang tanggal sedangkan kakinya terbalut sepatu berbentuk kaki anjing.
“Be careful kids!,” seru wanita yang masih berada didalam rumah itu. Tubuhnya terbalut celemek berwarna biru muda dengan kemeja putih dan rok hitam dibaliknya.Rambut pirangnya digelung tinggi dan tangan kananya membawa spatula. “Remember to go home before dinner. Okay!?,”ujar sang ibu lagi dengan kedua tangan yang berkacak pinggang.
“Okay Mom!,” jawab dua anak itu serempak.
Jane dan Bill nama dua anak itu. mereka kini tengah menyusuri kompleks perumahan tempat mereka tinggal. Meminta permen atau tipuan kecil dari pemilik rumah yang mereka datangi.Kebetulan orang-orang di kompleks tempat mereka tinggal sangatlah ramah.Mereka memberikan banyak permen dan snack kepada dua anak itu bahkan tak jarang ada yang mengundang mereka untuk makan malam bersama.Namun karena Jane dan Bill mengingat pesan ibu mereka sebelum meninggalkan rumah maka kedua ank itu menolak dengan sopan tawaran dari tetangga mereka.
Kini kedua anak itu tengah menyusuri trotoar dengan riang gembira. Keranjang mereka penuh akan permen dan snack, sabil berjalan mereka masing-masing menceritakan pengalaman mereka hari ini diselingi canda tawa dan ejekan ringan.
Angin berhembus kencang meniupkan dedaunan cokelat musim gugur.Udara dingin membuat mereka merasa sedikit merinding apalagi kini jalanan telah mulai sepi dan pintu rumah-rumah telah tertutup semua.Dengan sepakat Jane dan Bill mempercepat langkah mereka, kedua tangan mereka yang tak berbalut sarung tangan saling bergandengan dengan erat bahkan hingga berkeringat.Langkah yang awalnya hanya berjalan cepat itu tanpa sadar kini menjadi berlari.Tak mereka hiraukan permen dan snack mereka yang jatuh berceceran karena guncangan.
“Jane. When we got home?,” tanya Bill kepada saudara perempuannya. Suara kekanakannya bergetar ketakutan denagn mata berkaca-kaca siap menitikkan air mata.
“Calm down Bill. Soon we arrive,” ujar Jane menyemangati kembarannya. Walau dari suaranya yang bergetar terlihat jelas bahwa ia juga tengah ketakutan seperti saudaranya.
Langit yang awalnya cerah berhias cahaya rembulan itu kini mulai menggelap. Awan kelabu tebal membentang luas dengan kilat dan guntur yang menghiasi. Perlahan rintik air hujan mulai berjatuhan diiringi dengan angin yang berhembus dengan kencang,
Kedua anak itu mulai panik, mereka tak mau kehujanan tapi rumah mereka masihlah sangat jauh.Mereka ingin berteduh disalah satu rumah yang mereka lewati, namun seluruh pintu rumah telah tertutup dengan lampu-lampu ruangan yang telah padam.
Jane dan Bill muali kedinginan, pakaian mereka basah karena hujan dan angin musim gugur yang tambah memperburuk keadaan.Tubuh mereka mulai kelelahan, terus menerus berlari ditengah hujan dengan suhu yang rendah sangatlah tidak mungkin bagi tubuh mereka yang masih kanak-kanak.
Langkah kaki mereka mulai melambat terutama Bill yang berlari di belakang.Tampaknya diantara saudara kembar itu Bill –bocah lelaki bertubuh kecil itulah yang paling lemah fisiknya. Nafas anak itu mulai tak teratur, tangan yang digenggam erat oleh Jane terasa sangat dingin dan tubuhnya mulai menggigil hebat membuatnya susah untuk melangkah.
Menyadari langkah saudaranya yang mulai melambat Jane menghentikan lajunya. Berbalik menghadap Bill dan memberikan jubah penyihirnya yang panjang kepada bocah berkostum serigala itu. “Bill, are you okay right,” ucap Jane memastikan keadaan saudaranya.
“Jane. Co-cold,” ucap Bill terbata menerima jubah dari kembarannya dan memakainya.
“I know. Hold on a little longer. I see a house in front of it with the lights still on. We will take shelter there,” ujar Jane sambil berjongkok didepan si kembaran. “Come on,” lanjut Jane, kedua tangannya bersiaga di punggung, bersiap menerima beban dari sang adik.
Rumah itu cukup besar dipagari oleh tembok hampir mencapai dua meter.Pagar rumahnya yang terbuka lebar sangatlah besar berwarna hitam dengan ukiran seperti sulur bunga yang berduri.Dari arah jalan tempat kedua anak kembar itu berdiri kini, rumah itu terlihat sangat mencekam padahal seluruh lampu ruangan rumah itu tengah menyala terang.
Dengan perlahan Jane dan Bill memasuki kediaman bertingkat dua itu.dari jendela-jendela di lantai satu Jane dapat melihat seseorang tengah berlalu lalang membawa nampan makanan. Dalam hati gadis itu berpikir bahwa si penghuni rumah tengah mempersiapkan makan malam.
Mengetuk pelan pintu kayu didepannya, kedua anak itu menunggu tanggapan dari penghuni rumah dengan tenang walau tubuh mereka tengah menggigil kedinginan. Ketenang mereka dikejutkan oleh kilat terang dan suara guntur yang keras dan berikutnya lampu di seluruh rumah itu padam.
Dari dalam rumah Jane dapat mendengar seperti langkah seseorang mendekat ditambah dengan cahaya temaram yang terlihat terpancar dari lubang dibawah pintu besar itu. Tak berselang lama pintu itu terbuka memperlihatkan seorang wanita berambut hitam panjang dengan kaos V neck dan celana jins tengah tersenyum ramah kepada mereka. Di tangan kanan wanita itu terdapat sebuah lilin dan di tangan satunya terdapat dua buah handuk kering.
“Hello kids. Looks like you need a place to shelter right,”ujar wanita itu bertanya walau terdengar seperti membenarkan. “Come on and dry your bodies,” lanjut wanita itu sembari menyerahkan kedua handuk di tangannya. Jane dengan segera menurukan Bill yang ada di gendongannya. Dengan perlahan gadis itu mengambil handuk dari tangan si tuan rumah dan mengeringkan tubuh adiknya sebelum mengeringkan tubuhnya sendiri.
Setelah memastikan tubuh dan rambut mereka agak kering –kecuali pakaian basah mereka tentu saja– kedua anak itu di pandu oleh si tuan rumah untuk memasuki ruang makan. Sesampainya di ruang makan Jane dan Bill di minta untuk menunggu terlebih dahulu sementara si tuan rumah mengambilkan pakaian kering untuk mereka.
Jane tahu aturan saat bertamu di rumah orang, ia akan berprilaku sesopan mungkin agar tak membuat pemilik rumah marah terhadap mereka dan melaporkan hal itu pada orang tua nya. Ia tak mau dihukum membersihkan gudang belang bersama kembarannya oleh sang ibu, apalagi Bill tak bisa diandalkan dalam urusan bersih-bersih.
Berbeda dengan Jane, Bill yang pada dasarnya bocah lelaki yang sangataktif sangatlah tak bisa duduk tenang apalagi menunggu, apalagi kini perutnya tengah meronta ingin diisi. Tentu hidangan yang ada di hadapannya ini sangatlah menggugah selera makannya tapi ia harus menunggu sang tuan rumah kembali, ini lah salah satu alasan Bill tidak suka yang namanya menunggu. “Jane, I’m hungry,” ucap Bill kepada kembarannya walau pandangan matanya tengah menatap seluruh hidangan didepannya dengan tak sabaran.
“Don’t touch the food Bill. Wait until the lady returned,” ucap Jane memandang si kembaran dengan tatapan tajam memperingatkan. Sementara Bill hanya cemberut sambil mengelus perutnya yang bersenandung malang.
“But, I’m hungry. I can’t wait until she was back,” ucap Bill acuh dan tangannya mulai meraih salah satu makanan terdekat yang ada dihadapannya. Setumpuk paha bawah ayam yang besar-besar dengan garnis potongan tomat dan seledri di tumpukan teratasnya.
“Bill! I said don’t touch the food! You want the lady was upset and reported it to the mother at home huh?,” Jane memperingatkan kembarannya, ia bangkit dari kursinya dan memandang Bill dengan nyalang.
“Don’t be afraid. Wecan take care of it later,” ucap Bill tak memperdulikan Jane yang sudah mulai marah. Bocah lelaki itu mulai memakan daging paha bawah di tangannya. Daging itu sangat lembut dengan bumbu menggugah seleranya.Sungguh Bill kini merasa rasa laparnya meningkat berkali-keli lipat. “Wow! This is really delicious. I think I could eat this food continuously,” ucap Bill mulai mengambil potongan daging keduanya.
“Bill! Stop!,” seru Jane, ia memandang kembarannya yang mulai makan dengan beringas, mengotori meja makan dengan potongan kecil daging yang berceceran.
“I can’t Jane! This is too delicious, I can’t stop to eat this food,” ucap Bill di sela kegiatan makannya membuat beberapa bumbu dan potongan daging menetes mengotori dagunya.
“Apparently you start dinner without permission from me,” suara merdu dengan nada dingin terdengar dari pintu masuk ruang makan membuat tubuh Jane menegang sedangkan sang kembaran terlihat tak perduli dan terus menyantap hidangan didepannya.
“I apologize for the rude behavior of my brother, mistress,” ucap Jane sopan berdiri dari tempat duduknya dan menghadap sang tuan rumah. Jane dapat melihat beberapa lembar pakaian di tangan wanita itu, namuan yang membuat Jane merasa aneh adalah pakaian yang dikenakan oleh wanita itu kini. Sebuah gaun terusan panjang yang menyapu lantai, bagian lengannyapun sangat panjang hingga menutupi semua bagian tangan wanita itu.
Wanita itu meletakkan pakaian yang dibawanya pada sandaran kursi yang masih kosong.Ia mendekati Bill yang masih makan dengan lahapnya. Dengan perlahan dan lembut wanita itu mengelus surai pirang Bill. “Good boy. Eat a lot, in the kitchen there are still piles of meat again,” ujar wanita itu dengan senyum di wajahnya yang bagi Jane senyum itu sangatlah tidak ramah. Ia punya perasaan buruk akan wanita yang ada didekat saudaranya itu.
“Why don’t you go eat?,” tanya wanita itu pada Jane sambil terus-menerus memainkan surai pirang Bill. Matanya yang baru diketahui oleh Jane berwarna hitam itu memandangnya dengan dingin walau senyum tengah terukir di paras cantik wanita itu. “See, your brother ate very heartily,” ucap wanita itu dengan senyum yang perlahan berubah menjadi seringai.
Jane benar-benar merasa sangat ketakutan sekarang. Dihadapannya, kembarannya tengah makan dengan sangat menakutkan. Mulut bocah lelaki itu penuh akan daging dan pipinya mulai mengembung. Pupil kecoklatan turunan dari ibu mereka mengecil dan tak fokus.Keringat bercucuran dari tubuh bocah itu dan entah dari kapan seluruh tubuh kembarannya itu mulai membengkak dibeberapa sisi, wajah, dahi, lengan, jari tangan dan lehernya.“BILL!” seru Jane terkejut sekaligus cemas namun kembarannnya itu tampaknya tak mendengar seruannya.Dia masih terus makan dengan kesetanan.
Wanita itu kini benar-benar tengah tersenyum menakutkan melihat perubahan Bill.Matanya yang awalnya menatap Bill kini melirik Jane (Bersambung